Bab Mahrom

Ada beberapa pertanyaan yang masuk seputar permasalahan MUHRIM, demikian para penanya menyebutnya, padahal yang mereka maksud adalah MAHROM. Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun, mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah mahramun, mimnya di-fathah.

Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.
Mahram sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, dan mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan).

Siapakah yang merupakan mahrom?

Adapun ketentuan siapa yang mahrom dan yang bukan mahrom telah dijelaskan dalam Al-Qur`an Surah An-Nisa` ayat 23 :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَ بَنَاتُكُمْ وَ أَخَوَاتُكُمْ وَ عَمَّاتُكُمْ وَ خَالاَتُكُمْ وَ بَنَاتُ الأَخِ وَ بَنَاتُ الأُخْتِ وَ أُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَ أَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَ أُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَ رَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَ حَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَ أَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
سورة النساء|٢٣:٤

ARTINYA:….

�Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak-anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuai yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang�. (QS. An-Nisa : 32). Di dalam ayat ini disebutkan beberapa orang mahrom yaitu :

Pertama : (ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa arab artinya setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya.
Defenisi ini akan mencakup :
1. Ibu yang melahirkanmu.
2. Nenekmu dari ayah maupun dari Ibumu.
3. Nenek ayahmu dari ayah maupun ibunya.
4. Nenek ibumu dari ayah maupun ibunya.
5. Nenek buyut ayahmu dari ayah maupun ibunya.
6. Nenek buyut ibumu dari ayah maupun ibunya.
7. dan seterusnya ke atas.

Kedua : (anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam bahasa arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepadamu.
Defenisi ini akan mencakup :
1. Anak perempuanmu.
2. Anak perempuan dari anak perempuanmu (cucu).
3. Anaknya cucu.
4. dan seterusnya ke bawah.

Ketiga : (saudara-saudara perempuan kalian).
Saudara perempuan ini meliputi :
1. Saudara perempuan seayah dan seibu.
2. Saudara perempuan seayah saja.
3. dan saudara perempuan seibu saja.

Keempat : (saudara-saudara perempuan ayah kalian).
Masuk dalam kategori saudara perempuan ayah :
1. Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibu.
2. Saudara perempuan ayah dari satu ayah saja.
3. Saudara perempuan ayah dari satu ibu saja.
4. Masuk juga di dalamnya saudara-saudara perempuan kakek dari ayah maupun ibumu.
5. dan seterusnya ke atas.

Kelima : (saudara-saudara perempuan ibu kalian).
Yang masuk dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang masuk dalam saudara perempuan ayah yaitu :
1. Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibu.
2. Saudara perempuan ibu dari satu ayah saja.
3. Saudara perempuan ibu dari satu ibu saja.
4. Saudara-saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibumu.
5. Dan seterusnya ke atas.

Keenam : (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak perempuan dari saudara laki-laki mencakup :
1. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah dan satu ibu.
2. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah saja.
3. Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ibu saja.
4. Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
6. dan seterusnya ke bawah.

Ketujuh: (anak-anak perempuan dari saudara perempuan). Ini sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi :
1. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah dan ibu.
2. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah saja.
3. Anak perempuan dari saudara perempuan satu ibu saja.
4. Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan,.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
6. dan seterusnya ke bawah.

Catatan penting:
Tujuh yang tersebut di atas adalah mahrom karena nasab. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa ada empat orang yang bukan mahrom walaupun ada hubungan nasab, mereka itu adalah :
1. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
2. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu (sepupu).
3. Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah (sepupu).
4. Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu (sepupu).
Mereka ini bukanlah mahrom dan boleh dinikahi.

Kedelapan : (ibu-ibu yang menyusui kalian).
Yang termasuk ibu susuan adalah :
1. Ibu susuan itu sendiri.
3. Neneknya ibu susuan.
4. dan seterusnya keatas.

Kesembilan : (dan saudara-saudara perempuan kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan sesusuan adalah :
1. Perempuan yang kamu disusui oleh ibunya (ibu kandung maupun ibu tiri).
2. Atau perempuan itu menyusu kepada ibumu.
3. Atau kamu dan perempuan itu sama-sama menyusu pada seorang perempuan yang bukan ibu kalian berdua.
4. Atau perempuan yang menyusu kepada istri yang lain dari suami ibu susuanmu.

Kesepuluh : (dan ibu isteri-isteri kalian). Ibu isteri mencakup ibu dalam nasab dan seterusnya keatas dan ibu susuan dan seterusnya keatas. Mereka ini menjadi mahrom bila/dengan terjadinya akad nikah antara kalian dengan anak perempuan mereka, walaupun belum bercampur. Tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahrom.

Kesebelas : (anak-anak istrimu (Ar-Raba`ib) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya). Ayat ini menunjukkan bahwa Ar-Raba`ib adalah mahrom. Dan menurut bahasa arab Ar-Raba`ib ini mencakup :
1. Anak-anak perempuan istrimu.
2. Anak-anak perempuan dari anak-anak istrimu ( cucu perempuannya istri).
3. Cucu perempuan dari anak-anak istrimu.
4. dan seterusnya ke bawah.

Tapi dalam ayat ini menjadi mahrom dengan syarat apabila ibunya telah dijima� adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal sebelum dijima� oleh suaminya maka bukan mahrom suami ibunya bahkan suami ibunya itu bisa menikahi dengannya. Adapun yang tersebut diayat kata �dalam pemeliharaanmu� dalam ayat ini bukanlah sebagai syarat untuk dianggapnya sebagai mahrom.

Keduabelas : (istri-istri anak-anak kandungmu (menantu). Ini meliputi :
1. Istri dari anak kalian.
2. Istri dari cucu kalian.
3. Istri dari anaknya cucu.
4. dan seterusnya kebawah baik dari nasab maupun sesusuan.

Peringatan :
Demikian mahrom dalam surah An-Nisa`. Tapi perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian siapa yang merupakan mahrom bagi mereka, ini tidaklah menunjukkan bahwa di dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahrom bagi perempuan. Misalnya disebutkan dalam ayat : �Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian�, maka mafhum mukhalafahnya adalah : �Wahai para ibu, diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian.� Misal lain, disebutkan dalam ayat : �Dan anak-anak perempuan kalian.� Maka mafhum mukhalafahnya adalah : �Wahai anak-anak perempuan diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian.� Dan demikian seterusnya.

Sebagai pelengkap dari pembahasan ini, kami sebutkan ayat dalam surah An-Nuur ayat 31 :
وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن على جيوبهن ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن أو أبنائهن أو أبناء بعولتهن أو إخوانهن أو بني إخوانهن أو بني أخواتهن أو نسائهن أو ما ملكت أيمانهن أو التابعين غير أولي الإربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على عورات النساء ولا يضربن بأرجلهن ليعلم ما يخفين من زينتهن وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون
سورة النور|٢٤:٣١

�Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki mereka yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang �aurat.�

sumber:
http://www.jokam.com/news.php?extend.364

DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN

Disebabkan keogahan dalam mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita jumpai adanya beberapa anggapan keliru dalam mahrom. Otomatis berakibat fatal, orang-orang yang sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya. Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oleh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya.

Berikut ini beberapa orang yang dianggap mahrom tersebut padahal bukan mahrom:

1. Ayah dan anak angkat.

Hal ini berdasarkan firman Allah;”Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” (QS Al-Ahzab: 4)

2. Sepupu (anak paman/bibi).

Hal ini berdasarkan firman Allah setelahmenyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi:

“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian. (QS An-Nisa’: 24)

Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa’di berkata:” Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)”. (Lihat Taisir Karimir Rohman hal 138-139)

3. Saudara ipar.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

“Waspadailah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda; “Al-Hamwu adalah merupakan kematian”. (HR Bukhori; 5232 dan Muslim 2172)

Imam Baghowi berkata; ” Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudarasuami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri. Dan senadainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?”

Lanjutnya: “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian”.

4. Mahrom titipan

Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108) ; “Ini termasuk bid’ah yang
sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.

WANITA DENGAN MAHROMNYA

Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal
yang berkenaan tentang hukum wanita dengan mahromnya adalah:

1. Tidak boleh menikah

Allah berfirman;

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. An-Nisa’ :22-23)

2. Boleh menjadi wali pernikahan

Wali adalah syarat saya sebuah pernikahan, sebagaiman diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallahu ‘anha bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil, maka nikahnya batil.” (HSR AbuDaud 2083, lihat Irwaul Golil 6/243)

Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata Rasulullah shallallahu ‘alaih wassallam bersabda; “Tidak sah nikah kecuali ada wali. (HSR Abu Daud 2085,lihat Irwaul Gholil 6/235)

Berkata Imam At-Tirmidzi: “Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dalam masalah wali pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khothob, Ali bin Abi Tholib,Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan juga selain mereka.” (Lihat Sunan
Tirmidzi 3/410 Tahqiq Muhammad Fu’ad Abul Baqi)

Namun tidak semua mahrom berhak menjadi wali pernikahan begitu juga sebaiknya tidak semua wali itu harus dari mahromnya. Contoh wali yang bukan dari mahrom seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthon. Adapun Mahrom yang tidak bisa menjadi wali seperti karena sebab mushoharoh.

3. Tidak boleh safar (bepergian jauh) kecuali dengan mahromnya

Banyak sekali hadits yang melarang wanita mengadakan safar kecuali dengan mahromnya, diantaranya: Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Rasulullahu shallallahu ‘alahi wassallam: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar lebih dari tiga hari kecuali bersama ayah, anak laki-laki, suami,saudara laki-laki atau mahrom lainnya.” (HR Muslim 1340)

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Rasulullahu Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata: ” Janganlah seorang wanita muslimah bepergian selama dua hari kecuali bersama suaminya atau mahromnya.” (HR Ibnu Khuzaimah: 2522)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bersabsa Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam : “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahromnya.” (HR Bukhori: 1088, Muslim 1339)

Dari beberapa hadits ini, kita ketahui bahwa terlarang bagi wanita muslimah untuk mengadakan safar kecuali bersama mahromnya, baik safar itu lama ataupun sebentar. Adapun batasan beberapa hari yang terdapat dalam hadits di atas tidak dapat di fahami sebagai batas minimal.

Berkata Syaikh Salim Al Hilali: “Para Ulama’ berpendapat bahwa batasan hari dalam beberapa hadits di atas tidak dimaksudkna untuk batasan minimal. Dikarenakan ada riwayat yang secar umum melarang wanita safar kecuali bersama mahromnya, baik lama maupun sebentar, seperti riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata: Saya mendengar
Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“Jangan seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama mahromnya, maka ada seorang lelaki berdiri lalu berkata:

“wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji padahal saya ikut dalam sebuah peperangan. Maka Rasulullah menjawab: “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.” HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341,Lihat Mausu’ah Al Manahi Asy Syari’ah 2/102)

Berkata Al Hfidz Ibnu Hajar rahimahullah: “Kebanyakan ulama’ memberlakukan larangn ini untuk semua safar karena pembatasn yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut sangat berbeda-beda.” (Lihat Fathul Bari 4/75)

Syaikh sholeh Al Fauzan Hafidzuhullah ditanya tentang hukum wanita safar dengan naik pesawat domestik dalam negeri tanpa mahrom, apakah itu diperbolehkan? Jawab beliau: “Tidak boleh bagi seorang wanita mengadakan safar tanpa mahrom, baik naik pewasat atau mobil, karena Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengadakan safar sehari semalam kecuali bersama mahrom.” Maka safar wanita tanpa mahrom itu tidak boleh meskipun dengan alat transportasi yang cepat, karena pesawat atau mobil itu mungkin saja bisa terlambar, rusak, atau terjadi hal-hal lain yang mengharuskan wanita itu harus bersama mahromnya agar bisa menjaganya saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” (Al Muntaqo min Fatwa Syaikh Sholeh Al Fauzan 5/387)

4. Tidak boleh Kholwat (berdua-duaan) kecuali bersama mahromnya

5. Tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada mahromnya

6. Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahromnya

Jabat tangan dengan wanita di zaman ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah, padahal Rasullah shallallahu ‘alaihi wassallam sangat mengancam keras pelakunya: Dari Ma’qil bin Yasar radhyallahu ‘anhu:Bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam: “Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad:1283 lihat Ash Shohihah 1/447/226)

Berkata Syaikh Al Albani rahimahullah: “Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya, termasuk malsaha berjabat tangan, karena jabat tangan itu termasuk menyentuh.” (Ash Shohihah 1/448)

Dan Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah berjabat tangan dengan wanita, meskipun dalam keadaan-keadaan penting seprti mambai’at dan lain-lain.Dari Umaimah bintih Ruqoiqoh radhiyallahu ‘anha:

Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” (HR Malik 2/982, Nasa’i 7/149, Tirmidzi 1597,Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” (HR Bukhori: 4891)

Keharaman berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya ini berlaku umum, baik wanita masih muda ataupun sudah tua, cantik ataukah jelek, juga baik jabat tangan tersebut langsung bersentuahn kulit ataukah dilapisi dengan kain.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab: Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat tangan tesebut masih muda ataukah sudah tua, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah. Juga tidak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya atau tidak, hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan), juga untuk mencegah timbulnya fitnah”.

About aim

Iam Inspirator in my environment. Journalism is my major, inter milan is my favorite club, reporter wish i will.

Posted on November 17, 2009, in My Islam. Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment